pemandangan setiap hari selama 10 bulan dalam 1 tahun. di bulan april - mei ini, hampir 24 jam di depan rumah ( yg merangkap kios batik ) kalo hari jumat - senin , bisa silih berganti mencapai 50 bus pariwisata mampir dlm 24 jam. atau sekitar 50 bus x 50 orang penumpang = 2.500 pengunjung dari seluruh pelosok jawa , bahkan palembang, banjarmasin. hadir di lokasi.
artinya aku kalo pengen meditasi, mau tidak mau. terpaksa di kamar , dengan suara pedagang transaksi tawar menawar barang , karena di depan pasar , bertahun tahun. tiap hari lihat bus , dan dengar deru mesin. tiap hari menyentuh kain batik , berkomunikasi dengan pembeli setiap hari. makanya kalo selesai jatah tugas jualan. aku memilih diam.
dari para pembeli , aku belajar menyelami karakter manusia dari yang sederhana di dusun sampai yg dari kota, bahkan yg tidak bisa berbahasa indonesia. paling pusing kalo melayani 3 pembeli masuk berbarengan , satu pembeli dari jakarta yang terus bilang " tana bang " lebih murah . satu pembeli kakek dari situbondo yg hanya bisa bahasa madura. satu lagi pembeli dari cianjur, nenek yang hanya bisa bahasa sunda dan dia pakai bahasa sunda yg halus. mana aku paham ???
untung nya , ada bahasa indonesia. nggak bisa di bayangkan jika tidak ada bahasa indonesia , kayak apa ruwet nya. yang satu bilang " go cap " . yang satu " genep puluh " . yang satu " wolung dhoso gangsal ewu " . yang satu " do poloh "
aku tahu pembeli suku osing banyuwangi dari bahasanya. aku tahu pembeli dari banjarmasin dari bahasanya . betul kata orang dulu " bahasa menunjukkan bangsa ".
ditempatku tidak ada istilah harga bandrol, satu barang di tawar sampe jadi . kalo beli 4 barang , anda harus menawar 4x. sampai sepakat. metodenya masih asli budaya kita. bayangkan kalo ada pembeli 50 orang artinya . anda harus tawar menawar dengan 50 orang plus setiap barang yang dibeli mereka , belum lagi yang tidak sepakat dan gagal beli. harga barang dari 5 ribu , 10ribu , 25 ribu , 50 ribu , 115 ribu . dan 160 ribu yg termahal. dan setiap barang tidak ada tulisan harganya. dan barang yang selesai sepakat transaksi di bungkus langsung diberikan , tanpa nota . hanya akad jual beli mulut ke mulut . kecuali belanja banyak , baru kita buatkan nota.
dan aku harus hapal harga jual barang yg paling rendah tanpa ada tulisan harganya. karena setiap barang bisa berharga berbeda beda setiap pembelinya , tergantung kesepakatan . kadang selisih 5 ribu , kadang selisih 2 ribu , kadang selisih 2500 rupiah.
seperti berjumpa sodara sodara dari berbagai kampung di pelosok jawa. mereka setiap hari masuk ke kios. anda boleh percaya atau tidak. setiap tahun itu anggota FPI dari jakarta , jamaah nya pasti belanja di kiosku. mereka itu aslinya sisi manusiawinya baik lho.
pernah ada anak kecil rambut gimbal . ibunya beli baju utk anak kecil itu di kiosku . aku tanya : saking dieng nggih ? . lalu dia jawab " nggih ". tentu saja karena untuk bocah gimbal yang menurut kepercayaan orang dieng itu istimewa, harganya aku korting murah.
untuk anak anak pondok , yg duitnya pas pas-an . aku selalu memberi harga lebih murah. kadang ada yg pernah bilang " aku cuma punya duit segini. kurang 10ribu. aku pengen beli sarung ini. apa boleh ? " . aku tanya dari pesantren mana ? . lalu aku berikan harga sesuai uang yang dia punya. transaksi di tutup dengan kalimah . " sah. matur nuwun ".
kalo dipikir pikir , metode kampungan ini lebih manusiawi. karena setiap pembeli di dengar pendapatnya. dan harga adalah kesepakatan bersama walao hanya harga barang senilai 20ribu rupiah untuk satu daster lengan pendek. inilah yang dimaksud dengan prinsip mufakat .
jaman edan " pasar ilang kumandange " alias mall, sepi dari tawar menawar antara penjual dan pembeli. yang ada cuma , anda suka barang, silahkan bayar di kasir . komunikasi penjual dan pembeli tidak ada sama sekali.
tapi di kampungku , pasar batik masih terdengar ramai . dan rata rata pembeli di kiosku adalah pembeli tahun sebelumnya, bahkan mereka ada yang fanatik cuma mau beli di kiosku. padahal kios kami tidak ada namanya. karena di desak oleh para pembeli maka kita membuat nama kios batik , tapi nama kiosnya kita letakkan agak tersembunyi dalam tembok pojok kios, jadi dari luar tetap saja tidak ada namanya. orang orang yang membaca tertawa . karena namanya bukan kios / toko batik tapi
WARUNG BATIK ....
warung adalah nama kedai kecil khas jawa. artinya tempat berjualan yang sederhana untuk kalangan sederhana. WARUNG TEGAL , WARUNG HIK . kalo warung hik sekarang dikenal dengan nama angkringan. khas solo & jogja.
ting .. ting.. hik.
mampir ngombe wedhang ..
salam,
edy pekalongan
* generasi kelas warung yg suka pakai sarung
Komentar