minggu kemaren
saya mampir jogja
dan membeli 3 buah buku
Novel Centini di kios buku bekas.
saya akan menceritakan
salah satu novel seri ke 3
centini , karya elisabeth D. Inandiak
seorang wanita prancis yang mendapat
anugerah dari para pujangga jawa
sehingga beliau bisa mengupas sebuah
karya sastra spiritual jawa
yang berjudul serat centini.
dalam seri ketiga berjudul:
" ia yang memikul Raganya "
tembang 61.
hal.100 - 104.
berisi dialog
sunan kalijaga dengan tokoh pandawa:
Raja yudistira
di hutan glagah wangi.
kalijaga :
Yang Mulia, apa sebab paduka tidak bisa mati "
Yudistira :
itu karena dulu ,
saat aku turun tahta, gusti alam raya
memberiku jimat yangs ejak dulu kupuja.
jimat ini berada di tangan kananku,
dan sejak bertahun tahun ini seakan akan
tanganku membatu,
sehingga genggamanku tidak bisa lagi membuka .
kalijaga :
apa bunyi tulisan di jimat itu ?
Yudistira :
ah ! wali kalijaga ,
percayalah,sejujurnya aku tidak pernah merasa
ingin membacanya, memikirkannya saja ku ngeri .
atas titah ilahi ,aku hanya
diperkenankan sekedar memuja jimat itu
tanpa mempertanyakan asal usul maupun
tujuannya.
singkat cerita .
sunan kalijaga mengambil jimat di tangan yudistira.
berupa daun pandan halus yang digulung
dikat benang sutra dan membaca
tulisan : kalima saada
yudistira masih terpana :
" itu nama buku wasiat yang berkekuatan menghidupkan
kembali pahlawan yang mati belum waktunya.
tapi kematianku sebaliknya tak kunjung tiba,
kecuali barangkali bila membaca Kelima Usaada ,
kelima obat sang budha untuk
melewati kehidupan tanpa terlalu duka "
kalijaga :
...
adapun jika paduka tidak menemukan jalan kematian,
itu karena terikat dengan jimat yang tiada lain
adalah agama bentuk, agama paduka, agamaku
dan agama lain lain yang belum kita kenal.
meski agama adalah panduan mutlak manusia di dunia.
ia bisa menjadi rintangan saat waktunya tiba
untuk meninggalkan raga demi
kemanunggalan kawula gusti.
untuk mati dalam kemanunggalan,
kita harus bisa melupakan raga dan tak menyebut lagi,
kita harus naik menuju niat Tunggal
yang memancarkan kebhinekaan rupa dan sebutan.
oh raja yudistira, begitulah kini
paduka telah terbebaskan dari segala rintangan. "
penutup tembang 61.
alinea terakhir
" raja yudistira lalu langsung redup
dalam pancaran aram temaram,
ia berhasil naik kahyangan.
kalijaga mengubur jenasahnya
di kaki beringin secara islam dan
pergi menyusuri jalan jalan di tanah jawa
untuk menyiarkan Nur Muhammad berbekal
Qur'an serta kotak wayang. "
***
kalima usaada
dalam ajaran budha adalah
lima sila atau aturan moral yaitu :
Aku bertekad melatih diri
1.untuk menghindari pembunuhan
2.untuk tidak mengambil barang yang tidak diberikan
3.untuk tidak melakukan perbuatan asusila
4.untuk melatih diri menghindari ucapan yang tidak benar
5. untuk melatih diri menghindari segala minuman
dan makanan yang dapat menyebabkan lemahnya kewaspadaan
semoga ada manfaatnya.
salam,
edy pekalongan
saya mampir jogja
dan membeli 3 buah buku
Novel Centini di kios buku bekas.
saya akan menceritakan
salah satu novel seri ke 3
centini , karya elisabeth D. Inandiak
seorang wanita prancis yang mendapat
anugerah dari para pujangga jawa
sehingga beliau bisa mengupas sebuah
karya sastra spiritual jawa
yang berjudul serat centini.
dalam seri ketiga berjudul:
" ia yang memikul Raganya "
tembang 61.
hal.100 - 104.
berisi dialog
sunan kalijaga dengan tokoh pandawa:
Raja yudistira
di hutan glagah wangi.
kalijaga :
Yang Mulia, apa sebab paduka tidak bisa mati "
Yudistira :
itu karena dulu ,
saat aku turun tahta, gusti alam raya
memberiku jimat yangs ejak dulu kupuja.
jimat ini berada di tangan kananku,
dan sejak bertahun tahun ini seakan akan
tanganku membatu,
sehingga genggamanku tidak bisa lagi membuka .
kalijaga :
apa bunyi tulisan di jimat itu ?
Yudistira :
ah ! wali kalijaga ,
percayalah,sejujurnya aku tidak pernah merasa
ingin membacanya, memikirkannya saja ku ngeri .
atas titah ilahi ,aku hanya
diperkenankan sekedar memuja jimat itu
tanpa mempertanyakan asal usul maupun
tujuannya.
singkat cerita .
sunan kalijaga mengambil jimat di tangan yudistira.
berupa daun pandan halus yang digulung
dikat benang sutra dan membaca
tulisan : kalima saada
yudistira masih terpana :
" itu nama buku wasiat yang berkekuatan menghidupkan
kembali pahlawan yang mati belum waktunya.
tapi kematianku sebaliknya tak kunjung tiba,
kecuali barangkali bila membaca Kelima Usaada ,
kelima obat sang budha untuk
melewati kehidupan tanpa terlalu duka "
kalijaga :
...
adapun jika paduka tidak menemukan jalan kematian,
itu karena terikat dengan jimat yang tiada lain
adalah agama bentuk, agama paduka, agamaku
dan agama lain lain yang belum kita kenal.
meski agama adalah panduan mutlak manusia di dunia.
ia bisa menjadi rintangan saat waktunya tiba
untuk meninggalkan raga demi
kemanunggalan kawula gusti.
untuk mati dalam kemanunggalan,
kita harus bisa melupakan raga dan tak menyebut lagi,
kita harus naik menuju niat Tunggal
yang memancarkan kebhinekaan rupa dan sebutan.
oh raja yudistira, begitulah kini
paduka telah terbebaskan dari segala rintangan. "
penutup tembang 61.
alinea terakhir
" raja yudistira lalu langsung redup
dalam pancaran aram temaram,
ia berhasil naik kahyangan.
kalijaga mengubur jenasahnya
di kaki beringin secara islam dan
pergi menyusuri jalan jalan di tanah jawa
untuk menyiarkan Nur Muhammad berbekal
Qur'an serta kotak wayang. "
***
kalima usaada
dalam ajaran budha adalah
lima sila atau aturan moral yaitu :
Aku bertekad melatih diri
1.untuk menghindari pembunuhan
2.untuk tidak mengambil barang yang tidak diberikan
3.untuk tidak melakukan perbuatan asusila
4.untuk melatih diri menghindari ucapan yang tidak benar
5. untuk melatih diri menghindari segala minuman
dan makanan yang dapat menyebabkan lemahnya kewaspadaan
semoga ada manfaatnya.
salam,
edy pekalongan
Komentar