Langsung ke konten utama

Membuka Serat Dharmogandul ( bag.2 )



Nyai Agêng Ngampel gumujêng karo ngandika: “Tindakmu iku saya luput bangêt, sanadyan para Nabi dhek jaman kuna, ênggone padha wani mungsuh wong tuwane, iku amarga sabên dinane wis ngaturi santun agama, nanging ora karsa, mangka sabên dinane wis diaturi mujijade, kang nandhakake yen kudu wis santun agama Islam, ananging atur mau ora dipanggalih, isih nglêstarekake agamane lawas, mula iya banjur dimungsuh. Lamun mangkono tumindake, sanadyan mungsuh wong tuwa, lair batine ora luput. Barêng wong kang kaya kowe, mujijadmu apa? Yen nyata Khalifatu’llah wênang nyalini agama lah coba wêtokna mujijadmu tak-tontone”.

Nyai ageng ampel tertawa sambil berkata :
" tindakanmu itu semakin salah ,
walopun para nabi sekalipun di masa lalu,
jika ada yang berani melawan orangtua,
itu karena setiap hari sudah membujuk untuk berganti agama,
namun tidak mau ,
dan setiap hari sudah di perlihatkan mukjizat.
sebagai tanda harus berganti agama islam,
namun perkataannya tidak di perdulikan.
masih melestarikan agama lama, maka lalu di perangi.
walopun begitu perilakunya,
walopun melawan orang tua, lahir batin tidak salah .

Tetapi Manusia seperti kamu , apa mukjizatmu ?
kalau kamu Kalifah Allah yang berhak merubah agama ,
coba perlihatkan mukjizatmu ,
saya mau menyaksikan

Prabu Jimbun matur yen ora kagungan mujijad apa-apa, mung manut unine buku, jare yen ngislamake wong kapir iku ing besuk oleh ganjaran swarga.


Prabu Jimbun berkata kalau tidak memiliki mukjizat apa apa,
hanya ikut perkataan kitab,
katanya kalau mengislamkan orang kafir itu
,besok akan memperoleh balasan surga.
Nyai Agêng Ngampel gumujêng nanging wêwah dukane. Ujar-jare bae kok disungkêmi, tur dudu bukuning lêluhur, wong ngumbara kok diturut rêmbuge, sing nglakoni rusak ya kowe dhewe, iku tandha yen isih mêntah kawruhmu, durung wani marang wong tuwa, saka kêpenginmu jumênêng Nata, kasusahane ora dipikir. Kowe kuwi dudu santri ahli budi, mung ngêndêlake ikêt putih, nanging putihe kuntul, sing putih mung ing jaba, ing jêro abang, nalika eyangmu isih sugêng, kowe tau matur yen arêp ngrusak Majapahit, eyangmu ora parêng, malah manti-manti aja nganti mungsuh wong tuwa, saiki eyangmu wis seda, wêwalêre kok-trajang, kowe ora wêdi papacuhe. Yen kowe njaluk idi marang aku, prakara têtêpmu dadi Ratu tanah Jawa, aku ora wênang ngideni, aku bangsa cilik tur wong wadon, mêngko rak buwana balik arane, awit kowe sing mêsthine paring idi marang aku, amarga kowe Khalifatu’llah sajroning tanah Jawa, mung kowe dhewe sing tuwa, saucapmu idu gêni, yen aku tuwa tiwas, yen kowe têtêp tuwa Ratu”.

nyai ageng ampel tertawa namun sangat marah .
ilmu katanya kok di turuti,
dan bukan kitabnya leluhur sendiri,
manusia musafir kok di turuti nasehatnya,
yang berbuat itulah yang menanggung akibatnya,
itu tanda masih mentah pengetahuanmu,
belum berani sama orangtua,
kepingin segera menjadi raja,
kesulitannya tidak dipikirkan.
kamu itu bukan santri ahli kebajikan,
hanya mengandalkan sorban putih, namun putih burung bangau,
yang putih hanya bulu luarnya, di dalamnya merah.
ketika kakekmu masih hidup ( sunan Ampel ) ,
kamu pernah bilang kalau mau membeontak terhadap majapahit,
kakekmu melarang, malah berpesan jangan sampai melawan orangtua,
sekarang kakekmu sudah meninggal, pesannya kamu langgar,
apa kamu tidak takut kualat.

kalau kamu meminta restu kepadaku
tentang penetapanmu sebagi Raja tanah jawa,
aku tidak berani memberi restu,
aku ini rakyat kecil dan wanita,
nanti jagat bisa terbalik.
malah kamu yang semestinya memberi restu kepadaku,
karena kamu khalifah allah di tanah jawa,
hanya kamu sendiri yang paling tua,
semua perkataanmu adalah hukum,
kalau aku ini orang tua yang sudah bau tanah,
kalau kamu tetap lebih tua karena Raja.
Sang Prabu Jimbun mirêng pangandikane ingkang eyang, panggalihe rumasa kêduwung bangêt, nanging wis ora kêna dibalekake.

sang Prabu Jimbun mendengarkan ucapan neneknya ,
hatinya merasa bersalah sekali.
namun yang telah terjadi tidak bisa rubah.


Nyai Agêng Ngampel isih nêrusake pangandikane: “Kowe kuwi dilêbokake ing loropan dening para ngulama lan para Bupati, mung kowe kok gêlêm nglakoni, sing nglakoni cilaka rak iya mung kowe dhewe, tur kelangan bapa, salawase urip jênêngmu ala, bisa mênang pêrang nanging mungsuh bapa Aji, iku kowe mrêtobata marang Kang Maha Kuwasa, kiraku ora bakal oleh pangapura, sapisan mungsuh bapa, kapindho murtat ing Ratu, kaping têlune ngrusak kabêcikan apa dene ngrusak prajane tanpa prakara. Adipati Pranaraga lan Adipati Pêngging masa trimaa rusaking Majapahit, mêsthine labuh marang bapa, iku bae wis abot sanggane”.

Nyai ageng ampel masih meneruskan perkataannya:
kamu itu telah masuk perangkap para ulama dan para Bupati,
tapi kok kamu mau melaksanakannya,
yang menerima hukumannya ya kamu sendiri,
sudah kehilangan ayah,
sepanjang hidup namamu akan buruk,
bisa menang perang melawan Ayahnya sendiri,
bertobatlah kamu kepada Yang Maha Kuasa,
menurutku tidak akan memperoleh pengampunan,
karena pertama berani kepada ayah,
kedua memberontak kepada Raja,
ketiga merusak kebaikan yaitu merusak keraton majapahit tanpa alasan.
Adipati Panaraga ( anak Sang Prabu Brawijaya yang lain )
dan Adipati Pengging ( menantu Prabu Brawijaya )
pasti tidak terima atas ulahmu merusak Majapahit,
kamu mesti menghadap ayahmu ,
itu saja sudah berat hukumannya.

Nyai Agêng akeh-akeh pangandikane marang Prabu Jimbun. Sawise Sang Prabu dipangandikani, banjur didhawuhi kondur mênyang Dêmak, sarta didhawuhi nglari lolose ingkang rama, yen wis kêtêmu diaturana kondur mênyang Majapahit, lan aturana mampir ing Ngampelgadhing, nanging yen ora kêrsa, aja dipêksa, amarga yen nganti duka mangka banjur nyupatani, mêsthi mandi.

nyai ageng banyak memberi nasehat kepada Prabu Jimbun,
setelah di nasehati ,lalu di minta pulang ke Demak
dan di minta mencari kemana ayahnya pergi,
kalau sudah berjumpa dibujuk pulang ke majapahit
dan dibujuk mampir AmpelGading,
tapi kalau tidak berkenan jangan di paksa,
karena kalau sampai marah nanti mengumpahi,
pasti terlaksana.
***

itulah sepenggal dialog antara nenek dan cucunya.
dan seperti yang telah saya sampaikan di
postingan sebelumnya .
persoalan keluarga ini sudah selesai.
dan tidak perlu di bawa bawa ke ranah
politik islam masa kini, sudah bukan jamannya.

semoga ada manfaatnya.

salam,
edy pekalongan

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Makam Sapuro , Kota Pekalongan

sudah lama saya ingin menulis tentang tanah kelahiran saya. kelurahan Sapuro , di kecamatan Pekalongan Barat Kota Pekalongan. ada beberapa nama kampung di sapuro, antara lain. - sapuro lor - buragan - sapuro kidul - sawah tengah - brontokan - jagalan - kandang arum sebagian orang mengenal sapuro dengan makam dan tempat ziarah. yang paling terkenal adalah makam Habib Achmad bin abdullah bin Thalib al - athas. seorang wali penyebar agama islam. tahun 1900 -an yang dimakamkan di Sapuro. beliau sejaman dengan Buyut saya. dari garis ibu. bahkan yang menyarankan buyut saya yang sudah sepuh tapi sebagai duda. untuk menikah lagi dengan wanita keturunan arab. sehingga lahirlah nenek saya. dan terbentuklah keluarga baru. buyut saya bernama Raden Tengah Karyo nama kampung "sawah tengah " berasal dari kata sawahnya Raden Tengah. yang punya istri jawa tetapi meninggal. punya istri china lalu bercerai dan terakhir istri arab yang di jodohkan oleh habib achmad al athas. sejarah sapuro menu

ebook OSHO : TUhan sudah Mati

OSHO dalam 2 minggu ini saya menterjemahkan beberapa lembar ceramah OSHO  di tahun 1989. Ceramah ini sangat kontroversial , hanya 15 halaman yang saya terjemahkan. itupun cukup membuat saya berdebar debar, apakah nanti yang membacanya sudah siap . padahal ceramah ini disampaikan sudah 20 tahun yang lalu. peradaban manusia sudah mundur, ceramah ini akan membuktikan apa yang saya katakan bahwa mayoritas manusia indonesia saat ini memiliki pemahaman agama yang mundur dari leluhurnya. mereka bersikap lebih fanatik dan kehilangan toleransi terhadap orang yang berbeda. dimasa awal kemerdekaan Indonesia. komunis di terima baik di negeri ini . karena paham komunis ikut serta dalam mendirikan negara ini. anehnya saat ini , ajaran komunis di larang . ajaran kepercayaan leluhur di larang . negeri ini sudah rusak oleh perilaku moral pejabatnya yang rendah . semoga dengan terjemahan kecil dari sekelumit ceramah OSHO , yang jika mau di terjemahkan semua , bisa ratusan lembar untuk satu te

Penyakit dan Kebijaksanaan

catatan. hari selasa, 10 agustus 2010 sekitar jam 9 pagi ada seorang wanita bertamu, usianya kira kira 35 tahun. dia terakhir berkunjung ke rumah, kira kira seminggu yang lalu. dan menanyakan , apakah penyakit yang dideritanya yaitu batu empedu sudah sembuh ? dia rutin seminggu sekali datang ke rumah saya kira kira sejak 2 bulan yang lalu. dan di awal pertemuan mengatakan bahwa menurut pemeriksaan dokter dia mengidap batu empedu. lalu meminta bantuan saya . saya membantu dia dengan terapi prana dan minum air mineral . pagi ini dia menyampaikan, bahwa kemaren dia melakukan pemeriksaan di klinik sesuai saran saya , untuk mengetahui bagaimana perkembangan penyakitnya. dia menuturkan setelah di USG , batu empedunya sudah tidak ada alias hilang. di gembira atas keadaan itu karena tidak harus operasi yang biayanya mahal. itulah alasan dia bertamu ke rumah untuk mengucapkan terima kasih , dengan membawa gula, teh dan sarimi saya terima dan saya katakan, " syukurlah kalo begitu. artinya k